Dari Medan menuju ke Derawan. Tujuan perjalanan saya selanjutnya yang berada di Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Berau, yaitu Kepulauan Derawan yang terdiri dari 3 kecamatan dengan lebih dari 30 pulau. Perjalanan panjang belasan jam saya tempuh untuk meninggalkan jejak di pulau eksotis ini. Bersama 15 orang backpacker lainnya, akhirnya selama 4 hari saya diberikan kesempatan melihat secara langsung keindahan Derawan, salah satu kepulauan yang paling ingin saya kunjungi di Indonesia.
Pantai Pulau Derawan
Hampir semua jenis alat transportasi saya gunakan untuk menuju ke Derawan. Mulai dari becak motor menuju ke Stasiun Kota Medan, lalu kereta api ke Bandara Kualanamu. Pesawat dengan harga tiket promo menuju ke Jakarta, dilanjutkan kembali dengan pesawat berbeda ke Tarakan, dan saya pun harus menginap semalam di Bandara Soekarno-Hatta. Setiba di Tarakan mini bus yang muat untuk 20 orang mengantarkan kami ke Pelabuhan Malundung, sebelumnya makan siang di salah satu rumah makan di kota Monyet Bekantan. Dari pelabuhan sederhana ini, kami harus menikmati perjalanan selama lebih dari 3 jam dengan speed boat ke Derawan. Jadi transportasi darat, laut dan udara harus saya tempuh selama belasan jam dari Medan hanya untuk melihat Derawan.
Sebenarnya Bulan November hingga Februari adalah bukan waktu yang tepat ke Derawan. Cuaca yang sering berubah tiba-tiba dan ombak laut Selat Makasar bisa membuat perjalanan tidak sesuai dengan rencana yang diharapkan. Namun sore hari itu kami tiba di Derawan dengan cuaca yang sangat cerah, dan dermaga kayu bertuliskan gerbang selamat datang di Objek Wisata Bahari Pulau Derawan menyapa kami yang sudah sangat lelah akibat guncangan ombak laut diatas speed boat selama lebih dari 3 jam. Lelah langsung hilang dengan aksi foto narsis yang langsung menyergap dengan latar belakang Pulau Derawan dari arah dermaga. Masuk ke permukiman nelayan di Derawan dengan jalan yang tidak beraspal untuk mencari homestay tempat kami menginap selama 3 malam nanti. Akhirnya satu rumah panggung bercat hijau setinggi 1 meter dengan 3 kamar adalah pilihan tempat menginap. 1 kamar khusus untuk 3 orang wanita yang ikut dalam rombongan ini. Sisa 2 kamar dibagi bersama-sama 12 orang laki-laki dengan 2 kamar mandi bersama. Setelah sempat sesaat melihat matahari terbenam, pilihan makan malam sederhana di salah satu rumah makan yang juga tanpa bersalahnya bernama Sederhana. Namun kesederhanaan itulah yang menjadikan kami cepat saling akrab, walaun tidak saling kenal sebelumnya.
Sebenarnya Bulan November hingga Februari adalah bukan waktu yang tepat ke Derawan. Cuaca yang sering berubah tiba-tiba dan ombak laut Selat Makasar bisa membuat perjalanan tidak sesuai dengan rencana yang diharapkan. Namun sore hari itu kami tiba di Derawan dengan cuaca yang sangat cerah, dan dermaga kayu bertuliskan gerbang selamat datang di Objek Wisata Bahari Pulau Derawan menyapa kami yang sudah sangat lelah akibat guncangan ombak laut diatas speed boat selama lebih dari 3 jam. Lelah langsung hilang dengan aksi foto narsis yang langsung menyergap dengan latar belakang Pulau Derawan dari arah dermaga. Masuk ke permukiman nelayan di Derawan dengan jalan yang tidak beraspal untuk mencari homestay tempat kami menginap selama 3 malam nanti. Akhirnya satu rumah panggung bercat hijau setinggi 1 meter dengan 3 kamar adalah pilihan tempat menginap. 1 kamar khusus untuk 3 orang wanita yang ikut dalam rombongan ini. Sisa 2 kamar dibagi bersama-sama 12 orang laki-laki dengan 2 kamar mandi bersama. Setelah sempat sesaat melihat matahari terbenam, pilihan makan malam sederhana di salah satu rumah makan yang juga tanpa bersalahnya bernama Sederhana. Namun kesederhanaan itulah yang menjadikan kami cepat saling akrab, walaun tidak saling kenal sebelumnya.
Dermaga di Pulau Derawan
Sunset dari dermaga Pulau Derawan
Rencananya ada beberapa pulau yang akan kami jelajahi di sisa 3 hari kedepan yaitu Pulau Sangalaki, Pulau Samama, Pulau Kakaban dan Pulau Maratua. Namun pagi itu kami mendapatkan informasi bahwa jalur ke Pulau Maratua sepertinya sulit untuk dilalui, karena ombak yang sangat tinggi. Niat ke Pulau Maratua akhirnya kami urungkan, namun masih bisa ke tiga pulau lainnya. Pertama adalah Pulau Kakaban yang memang terkenal dengan Danau Kakaban dan ubur-ubur tidak menyengat. Danau dengan ubur ubur tidak menyengat ini hanya ada 2 di dunia yaitu Danau Kakaban dan Jellyfish Lake di Palau, di kepulauan Micronesia. Tidak ada satupun penduduk yang menghuni Pulau Kakaban ini dan jika memasuki pulau ini harus membayar Rp 10rb/orang. Kita bisa berenang di danau ini dan sebaiknya menggunakan alat snorkling, namun tidak diperbolehkan menggunakan fin. Berenang di Danau Kakaban, seperti berenang di air yang isi agar-agar. Ada ribuan ubur ubur dan sangat mudah kita lihat dan sentuh dengan berbagai ukuran.
Jalan menuju Danau Kakaban
Keindahan Danau Kakaban
Dari Pulau Kakaban, biasanya perjalanan dilanjut ke Pulau Maratua. Tapi kondisi ombak lagi tidak bersahabat, terpaksa kembali ke Pulau Sangalaki. Air laut sedang surut, hamparan pasir putih yang biasa tertutup air laut, tiba-tiba muncul seperti gurun. Berbeda dengan Pulau Kakaban, di Pulau Sangalaki sudah dikelola oleh swasta dan terdapat penginapan yang terbilang cukup mewah. Ada juga restoran, tapi jika hanya ingin menikmati pemandangan dan ditemani kelapa muda adalah pilihan hemat yang saya anjurkan. Tidak ada yang terlalu istimewa dari pulau ini, selain pantai dengan pasir yang putih bersih dan luas. Karena keistimewaan dari Pulau Sangalaki adalah pada bagian bawah lautnya, yang terkadang jika beruntung bisa melihat Ikan Pari Manta, jenis ikan pari terbesar didunia. Namun itu semua tentu jika kita melakukan diving, jika hanya snorkeling, sangat susah untuk melihat hewan langka ini. Sebelum kembali ke penginapan di Derawan, kesempatan melihat keindahan terumbu karang di Pulau Samama dan dengan harapan setidaknya melihat hewan penyu atau bahkan Ikan Pari Manta. Namun hanya terumbu karang dan beberapa ikan kecil yang terlihat, dan itu sangat cukup puas kami nikmati.
Pantai Pulau Sangalaki
Pulau Sangalaki
Terumbu Karang Pulau Samama
Terumbu Karang Pulau Samama
Harapan ke Pulau Maratua di hari ketiga kami di Derawan, juga belum berhasil terwujud. Pagi itu angin cukup kencang dan awan mendung sudah menggantung di Derawan. Setelah meminta saran dari pengemudi speed boat, akhirnya kami harus menunggu hingga jam 12 siang. Tapi tetap cuaca tidak banyak berubah dan Pulau Maratua harus di coret dari perjalanan kami hari ini. Pilihannya adalah snorkeling di sekitar Pulau Derawan dan ke Pulau Gusung. Sama seperti di Pulau Samama dan Pulau Sangalaki, terumbu karang di Derawan juga masih sangat alami dan indah. Beruntung kami bisa melihat beberapa ekor penyu yang berenang di perairan Pulau Derawan. Sengaja untuk makan siang, kami bungkus untuk dinikmati di Pulau Gusung. Pulau yang muncul jika air laut surut sehingga pasir muncul membentuk sebuah pulau pasir tanpa tanaman satupun. Dari Pulau Gusung ini kita bisa melihat Pulau Derawan dan Pulau Panjang dari kejauhan. Berenang di pantai Pulau Gusung dengan ombak yang tidak terlalu besar, atau bermain pasir, sepak bola, foto narsis, adalah pilihan kegiatan di Pulau Gusung.
Matahari Terbit dari Salah Satu Resort di Derawan
Derawan Pagi Hari
Hai Penyu... :)
Pulau Gusung
Jejakku di Pulau Gusung
Hari ke empat, hari terakhir di Derawan. Kembali menempuh perjalanan lebih dari 3 jam ke Tarakan dengan speed boat, berangkat pukul 10 pagi. Mini bus yang kami tumpangi 4 hari lalu, sudah menjemput di pelabuhan. Pesawat kembali ke Jakarta masih sekitar 4 jam lagi, jadi sebelum ke Bandara Juwata Tarakan, kami sempat mengunjungi Kawasan Konservasi Mangrove & Bekantan Kota Tarakan. Di hutan konservasi ini, monyet Bekantan, simbol tempat wisata Dufan, bisa kita lihat secara dekat dalam kondisi hidup liar di hutan mangrove. Kami masih sempat juga menikmati sedapnya kepiting soka di Jalan Mulawarman Tarakan. Namanya Kaltara Fried Crab, kepiting soka yang dimasak presto, jadi bisa dimakan dengan kulitnya sekaligus.
Walaupun Pulau Maratua belum berhasil kami jelajahi, tapi setelah mengenal Derawan dan sedikit Tarakan dari dekat dan tinggal selama 4 hari di pulau eksotis ini memberikan banyak pengalaman seru, melihat dunia baru, bertemu teman dan keluarga baru yang sangat menyenangkan. Jadi Derawan, memang wajib untuk dikunjungi.
Me, Myself, Selfie di Pulau Sangalaki
Derawan 'Mayan' di Pulau Gusung
(Agun, Bima, Fauzan, Ferry, Fika, Indri, Iswadi, Liany, Montok, Onad,
Pandu, Panji, Reza, Salman, Sony, dan Panca)
-panca suwandika-
January 31st - 3rd February 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar