Tepat jam setengah delapan pagi, sebuah tuk-tuk dengan 2 orang penumpang dan seorang supir telah menunggu kami di lobi hotel. Ternyata mini bus tidak menjemput langsung ke hotel, tapi beberapa tuk-tuk menjemput seluruh penumpang agar lebih cepat dan diantar ke kantor tempat mini bus berangkat. Berkenalan dengan sepasang, entah masih pacaran atau sudah menikah, dan mereka berasal dari Perancis. Tujuan kami sama yaitu ingin ke Siem Reap, kota di bagian utara Kamboja untuk melihat dari dekat komplek candi terbesar didunia, Angkor Wat.
Angkor Wat di Pagi Hari
Ada sekitar 15 penumpang didalam mini bus ber-AC untuk membawa kami dari Phnom Penh menuju ke Siem Reap selama 8 jam. Dari beberapa literatur yang saya baca sebelum berangkat trip ini, perjalanan dari Phnom Penh ke Siem Reap jika menggunakan bus, mellaui jalan datar dengan pemandangan yang membosankan berupa padang rumput dan melewati beberapa kota kecil. Tapi tidak satupun yang bercerita kalau jalan antar kota di Kamboja sangat buruk. Jangankan antar kota, jalan di Kota Phnom Penh saja masih banyak yang berlubang dan berdebu karena beberapa hanya ditutupi dengan tanah. Jadi sepertinya tidak ada harapan untuk dapat tidur disepanjang perjalanan ini. Berhenti 2 kali di kota yang saya lupa namanya (karena susah untuk dibaca dan dilafalkan, apalagi diingat) untuk istirahat dan makan siang, akhirnya jam 4 sore mini bus tiba dengan selamat di Siem Reap. Deretan tuk-tuk sudah menunggu di kantor perusahaan mini bus untuk mencari penumpang. Ternyata jarak menuju ke pusat Kota Siem Reap masih lumayan jauh, jadi mau tidak mau ya harus naik tuk-tuk, yang sepertinya menjadi satu-satunya alat transportasi disana.
Kebetulan supir tuk-tuk kenalan di Phnom Penh punya saudara di Siem Reap, dan ternyata dia sudah menghubungi saudaranya tersebut untuk menjemput kami di tempat pemberhentian bus. Setelah nego harga, akhirnya sepakat di harga 15 US$ untuk mengantarkan kami ke hotel, lalu keliling Siem Reap ke Lotus Farm, Floating Village, dan Old Market. Ditambah besok pagi pergi menuju Angkor Wat, jadi langsung dijemput dan diantar kembali balik ke hotel. Untungnya supir tuk-tuk bisa berbahasa Inggris dengan baik. Kami dibantu untuk mencari hotel yang murah, bagus dan di tengah kota. Pilihan hotel supir tuk-tuk inipun sangat oke, kami menginap di Siem Reap Temple Villa, hanya 20 US$ per malam dengan fasilitas kolam renang, free wifi, kamar AC yang luas dan bersih, kamar mandi dengan air dingin dan air panas, dan dekat dengan Old Market, sempurna. Ditambah lagi dibantu untuk mencarikan tiket bus untuk besok pagi dari Siem Reap menuju ke Bangkok dengan harga 15 US$ per orang. Total untuk transportasi dan penginapan perorang hanya 32.5 US$, lumayan mahal karena pakai kurs US$.
Pusat Kota Siem Reap
Taruh tas, istirahat sebentar, langsung melanjutkan perjalanan menuju ke lotus farm dan floating market. Sial, ternyata supir tuk-tuk yang mengantar kami sebelumnya harus mengurus tiket bus, jadi digantikan temannya yang sama sekali tidak bisa Bahasa Inggris. Tapi perjalanan harus tetap lanjut, hujan turun cukup deras dan setengah jam perjalanan menuju ke floating market hujan berhenti. Deretan bus dan tuk-tuk parkir dibangunan yang merupakan dermaga kecil untuk kapal kayu yang mengantarkan wisatawan menuju ke floating market. Ternyata untuk menuju ke floating market, harus bayar lagi 20 US$ per orang, mahal sekali, dan langsung kami mengurungkan niat. Tidak menyesal karena setelahnya ada lotus farm, kebun bunga teratai yang tidak hanya bunganya tapi juga umbi yang menjadi sumber penghasilan. Kini lotus farm juga jadi tempat tujuan wisata setelah mengunjungi floating market. Gratis karena berada di kanan kiri sepanjang jalan dari Siem Reap ke floating market.
Dermaga Kapal menuju Floating Market
Lotus Farm
Maksudnya menyuruh supir tuk-tuk untuk menunggu kami di depan Old Market, ternyata supir tuk-tuk langsung ngacir pergi dengan tanpa bersalah setelah menurunkan kami di Old Market. Old Market berada di pinggir Sungai Siem Reap dengan jembatannya yang sangat indah di malam hari. Ternyata tidak hanya toko-toko penjual souvenir saja, tapi dibagian belakang adalah pasar tradisional yang menjual berbagai bahan makanan seperti daging, sayur, buah hingga perlengkapan rumah tangga. Beberapa bangunan berarsitektur Eropa masih tampak seperti asli namun telah berubah fungsi menjadi kafe, resto, kantor travel, bank hingga tempat pijat tradisional. Tidak jauh dari Old Market, adalah Angkor Night Market, pasar malam yang sore hari masih belum buka, dengan deretan rumah makan, kafe, tempat pijat, dan berbagai toko souvenir bertuliskan Angkor Wat dan Siem Reap. Lelah jalan keliling Old Market, gara-gara ditinggal supir tuk-tuk, hanya dengan 1,5 US$ sedikit refleksi kaki selama 10 menit, sekalian tanya tempat makan malam yang murah dan enak di Old Market. Pastinya tukang pijat punya tempat makan favorit yang enak dan murah, dan mereka menunjuk resto sederhana persis di depan toko mereka. Ternyata jarak dari hotel menuju Old Market dan Angkor Night Market dengan jalan kaki hanya 10 menit. Jadi rencana nanti malam, akan kembali lagi untuk melihat kehidupan malam di Kota Siem Reap.
Bangunan Lama di Old Market
Salah Satu Sudut Bangunan di Old Market
Jembatan di Depan Old Market (Sungai Siem Reap)
Sebenarnya badan sudah sangat lelah, sejak pagi perjalanan menuju Siem Reap, keliling Old Market, kini harus berjalan kaki dari hotel ke Angkor Night Market. Karena rasa ingin tahu kehidupan malam Siem Reap, dan rasa lapar belum makan malam, akhirnya terpaksa kembali lagi ke Angkor Night Market. Jembatan Old Market yang tadi sore terlihat biasa saja, menjadi luar biasa dengan lampu yang menghiasi bangunan dan lampion di tengah sungai. Gemerlap Angkor Night Market mulai terasa dengan musik hingar bingar di beberapa kafe dan resto. Kami menuju ke resto yang tadi sore ditunjuk oleh tukang pijat, dan sudah mulai ramai. Beragam makanan laut dengan satu porsi rata-rata berharga 2 hingga 3 US$ tapi dengan ukuran yang cukup banyak dan enak. Angkor Night Market sudah dibuka, dan wisatawan dari berbagai negara berkeliaran di jalan yang tidak boleh dilalui kendaraan itu.
Jembatan Angkor Night Market
Angkor Night Market
Sabtu, 3 Mei 2014
Untuk mendapatkan momen matahari terbit muncul dari bagian belakang Angkor Wat, sebaiknya harus berangkat jam 4 pagi dari Siem Reap. Itulah saran dari beberapa literatur termasuk supir tuk-tuk. Tepat jam 4 pagi, kami sudah dijemput oleh supir tuk-tuk yang berbeda lagi, tapi kali ini setidaknya bisa berbahasa Inggris. Puluhan tuk-tuk pagi itu saling berpacu menuju ke Angkor Wat, mengantarkan wisatawan untuk melihat matahari terbit di Angkor Wat. Tiba di tempat pembelian tiket, puluhan bahkan ratusan pengunjung sudah antri untuk membeli tiket masuk. Untungnya ada beberapa loket pembelian tiket dan ada 3 pilihan jenis tiket yang bisa dipilih yaitu tiket harian (berlaku dari jam 05.30 hingga 17.30), tiket terusan 3 hari dan tiket terusan 1 minggu. Tentu kami pilih tiket harian dengan harga 20 US$ per orang. Mahal, tapi tak apalah, yang penting bisa melihat sunrise di Angkor Wat. Uniknya setiap tiket, ada foto wajah saya yang diambil langsung saat beli dan bisa jadi souvenir juga. Tiket sudah ditangan, perjalanan lanjut lagi melalui parit yang mengelilingi Angkor Wat. Puluhan penjaga berdiri di pintu masuk dan melakukan cek tiket setiap pengunjung, jangan sekali-kali menggunakan tiket orang lain, karena pasti akan ketahuan.
Melalui jalan (baca : jembatan) diatas parit lalu masuk dari gerbang berupa tumpukan ukiran batu, hingga melihat indahnya Candi Angkor Wat dengan latar belakang langit berwarna biru dan jingga dari sinar matahari. Ratusan orang berkumpul dibagian kiri candi berupa kolam yang jadi favorit para fotografer mengambil foto karena air kolam dapat menciptakan cermin dari Angkor Wat. Tak lebih dari sejam akhirnya matahari muncul dan ratusan pengunjung pun bubar untuk melanjutkan melihat kedalam isi Angkor Wat.
Parit yang Mengelilingi Angkor Wat
Salah Satu Ukiran Batu Pintu Masuk Angkor Wat
Ratusan Pengunjung Melihat Matahari Terbit di Angkor Wat
Jalan Batu Menuju Angkor Wat
Awalnya Angkor Wat adalah candi umat Hindu sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu, dan pada abad ke 13 berubah menjadi kuil Budha hingga kini. Di bagian dalam Angkor Wat juga terdapat tempat persembahyangan umat Budha. Ada lima menara utama candi yang berdiri tegak lurus dan dihubungkan berupa lorong-lorong dengan dinding berisi relief kisah Mahabarata dan Ramayana. Terdapat juga ruang terbuka dan tempat pemandian berupa kolam dibagian tengah candi. Salah satu relief yang paling terkenal adalah Apsara, berupa dewi atau bidadari yang sedang menari dan sering menjadi souvenir khas dari Angkor Wat.
Ruang Luar di Area Angkor Wat
Relief Apsara
Gerbang Masuk Angkor Wat
Tidak hanya Angkor Wat saja, ternyata masih ada beberapa kompleks candi lainnya yang butuh lebih dari sehari untuk mengunjunginya. Sebut saja Angkor Thom, tempat syuting Thom Raider, dan puluhan candi lainnya. Waktu yang tidak memungkinkan, jam delapan pagi, kami harus segera balik ke hotel untuk check out dan melanjutkan perjalanan menuju ke Bangkok.
Jam sembilan mini bus sudah siap untuk mengantarkan belasan penumpang menuju ke Bangkok, Thailand. Kembali delapan jam perjalanan harus ditempuh dengan terbayang jalan rusak yang akan dilalui. Tapi ternyata salah, jalan yang ditempuh dari Siem Reap menuju Poipet, kota perbatasan Kamboja-Thailand, jauh lebih baik dibandingkan jalan sebelumnya yang kami lalui. Tiba di Poipet jam 12 siang, antrian puluhan orang di kantor imigrasi Kamboja yang sangat tidak nyaman, dan tidak ketat. Akhirnya tanda keluar dari Kamboja diberikan dan harus jalan kaki sejauh 100 meter ke gedung imigrasi Thailand. Antrian mengular puluhan orang dengan hanya 3 loket imigrasi yang dibuka, yang akhirnya satu jam antri, baru dapat ijin masuk ke Thailand. Awalnya rencana menggunakan kereta api dari Aranyaprathet ke Bangkok dengan jadwal jam 2 siang. Tapi sepertinya waktu yang mepet, dan kembali terpaksa kami menggunakan bus menuju Bangkok. Makan siang di salah satu tempat pemberhentian bus, perjalanan masih sekitar 4 jam lagi dengan rute jalan yang lurus dan mulus, sangat pas untuk dipakai tidur.
Jadi Kamboja, walaupun hanya 3 hari, saya mendapat banyak pengalaman menarik dari salah satu negara kerajaan di Asia Tenggara. Semoga bisa kesini lagi. Lea Hey Kamboja (Selamat tinggal Kamboja)...
Senyum Orang Kamboja
...bersambung...
-panca suwandika-
Bang k bangkok nya naik minibus ap, itin saya jg mepet gt, tp rugi ga Msk angkorwat..
BalasHapusBang k bangkok nya naik minibus ap, itin saya jg mepet gt, tp rugi ga Msk angkorwat..
BalasHapusJujur saya lupa gan... Itu naik minibus dari Angkir Wat ke Bangkok dan tanpa ganti bus. Hanya turun di perbatasan karena di perbatasan Thailand cukup ketat.
Hapus