Hari ini tepat tanggal 22 Desember. Setiap tanggal ini di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu. Awalnya dikenal sebagai Hari Ibu karena pada tanggal 22-25 Desember 1928 dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta. Sejak itulah setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu sebagai wujud rasa terima kasih yang tulus kepada perempuan, khususnya para ibu. Tentu masing-masing orang punya pengalaman tak terlupakan saat bersama ibu, begitupun dengan saya. Ni Ketut Sulendri, nama seseorang yang telah melahirkan, merawat, mengajarkan, menceritakan pengalaman hidupnya kepada saya. She is my mom...
Lahir di Mataram, Lombok tepatnya di sebuah desa bernama Desa Negarasaka, sekitar 58 tahun yang lalu, ibu saya selalu menceritakan tentang kisahnya saat mulai belajar di sekolah dasar (dulu sekolah rakyat). Saya memanggil ibu saya dengan sebutan Meme. Sebagai seorang anak petani, kehidupan sangat sederhana di jaman orde lama tahun 1965 menjadikan kehidupan tambah parah. Jalur persawahan dengan tanaman padi yang tinggi menjadi pemandangan sehari-hari. Berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 10 KM lebih menuju ke sekolah. Bahkan sampai di sekolah, oleh pengajar dikatakan belum mandi karena seluruh pakaian kotor akibat lumpur sawah. Saking tidak ada uang untuk membeli buku, kadang beberapa buku bekas yang masih kosong di gabung menjadi satu buku yang utuh. Namun walaupun tidak menyelesaikan pendidikan sekolah rakyat, setidaknya membaca, menulis dan berhitung sangat lancar hingga sekarang.
Tanggal 7 Mei tahun 1972 menikah dengan seorang tentara angkatan darat dengan pangkat tamtama I Made Langit Arteja (Alm), bapak saya. Langsung setahun kemudian melahirkan putri pertamanya. Awal berumah tangga pastinya banyak goncangan yang menerpa, mulai dari belum memiliki tempat tinggal yang tetap hingga penghasilan yang tidak mencukupi. Memang kalau rejeki nggak akan lari kemana, walaupun bukan tempat tinggal sendiri, namun rumah dinas yang diberikan cukup membantu perekonomian rumah tangga. Mulai saat itulah ibu memulai berbagai macam usaha, mulai dari ikut kursus menjahit, ikut acara demo masak, dll. Kadang pada acara arisan, membawa beberapa hasil masakan untuk dijual. Untungnya dijadikan untuk menu makan keluarga, sehingga modal makan sehari-hari bisa ditabung. Selain itu uang hasil tabungan juga dibelikan mesin jahit, membuka usaha penjahitan baju dan pakaian lainnya.
Berbagai usaha lainnya juga dilakukan untuk menambah penghasilan keluarga. Mulai dari menjual kue basah, kue kering, nasi kuning, menerima jasa memasang payet pakaian, hingga menjahit baju. Mulai dari awal menikah hingga saat ini, keluarga kami tidak pernah memiliki pembantu rumah tangga. Semua pekerjaan rumah tangga dilakukan bersama-sama secara bergilir. Akhirnya tahun 1993, kami sekeluarga memiliki rumah yang benar-benar hasil jerih payah kedua orang tua. Walaupun cukup jauh dari Kota Denpasar, namun rumah ini betul-betul dengan sertifikat atas nama ayah saya dan sangat bangga.
Tanggal 19 April 2002, di Mataram, tanggal tersebut mungkin adalah hari yang paling menyakitkan bagi ibu. Bapak meninggal dunia karena sakit diumur 58 tahun. Saya lihat ibu adalah orang yang paling tabah. Saat almarhum bapak saya sakit, ibu selalu menemani 24 jam tanpa kenal lelah.
Kini, setelah saya bekerja dan mendapatkan rejeki yang cukup, saya mencoba untuk mencicil rumah pilihan ibu. Lebih dekat dan semoga nyaman untuknya. Walaupun saat ini masih dalam kondisi sakit diabetes dan lemah jantung, namun semoga kondisi semakin membaik. Cucu 4 orang, yang hanya ditunggu dan selau ditanyakan kepada saya adalah, "kapan menikah?" upsss... :) Love U Mom.
*kisah dari ibu saya yang selalu diceritakan kepada saya saat saya menangis, tidak mau belajar dan makan.
Like this bener Mas...
BalasHapusTerima kasih Mas Hendro.. :)
BalasHapusterharu bacanya pak .. :(
BalasHapus