Sebelumnya sama sekali tidak terbayang oleh saya
buat jalan-jalan ke Kota Sabang di Pulau Weh, Aceh. Dari iseng melihat salah
satu website dan foto-foto lokasi wisata di kota yang terkenal sebagai salah
satu judul lagu nasional ini, saya jadi tertarik untuk mengunjunginya. Nah,
kebetulan sekali di salah satu forum traveling ada open trip dengan biaya murah
ke Pulau Weh dengan peserta 10 orang, langsung daftar dan beli tiket Medan-Aceh
untuk perjalanan di awal September 2013 lalu. Hanya modal total Rp 2 juta yaitu
Rp 600 ribu untuk tiket pesawat Medan-Aceh PP, Rp 1 juta untuk biaya ikutan open
trip dan uang saku Rp 400 ribu, berangkatlah saya untuk menjelajah Pulau Weh
selama 3 hari 2 malam.
Matahari Terbit di Iboih
Ini kali pertama saya ke Kota Serambi Mekkah, Banda
Aceh, dan sekaligus pertama kali untuk ikutan open trip. Maksudnya open trip
adalah ikut dalam perjalanan yang telah diatur oleh orang lain (seperti agent
travel namun tidak resmi) dimana konsepnya backpacker (misal berbagi kamar hotel-1
kamar bisa ber 4 bahkan bisa ber 10 orang, kendaraan umum, berbagi sewa
kapal/perahu, dll) dengan biaya sangat murah dan tidak termasuk tiket pesawat.
Rata-rata peserta open trip adalah anak muda kisaran usia 18-35 tahun, dan
memang ingin jalan-jalan dengan biaya murah meriah. Datang tidak saling kenal,
pulang jadi sahabat dan keluarga, itulah moto dari peserta open trip. Memang dari
seluruh peserta open trip ini, tidak satu pun saya kenal. Tapi
setelah saling kenal dan perjalanan berakhir, masih saling memberikan kabar
bahkan menginformasikan open trip lainnya.
Harus berkumpul sebelum jam 3 sore di Bandara Sultan
Iskandar Muda Banda Aceh, agar tidak tertinggal jadwal penyeberangan kapal dari
Banda Aceh ke Sabang jam 4 sore, ternyata pesawat yang saya tumpangi delay 2
jam dari jadwal awal jam 12 siang. Akhirnya tepat jam 15.30 sampai di Bandara SIM
Aceh dan dari bandara ke Pelabuhan Ulee Lheue perjalanan sekitar 30 menit, jadi
dengan waktunya yang sangat mepet dan kecepatan maksimal, akhirnya sampai juga
di pelabuhan kurang dari 1 menit kapal berangkat dengan selamat.
Pelabuhan Bebas, Sabang
Hanya 45 menit penyeberangan dari Aceh, kapal
merapat di Pelabuhan Bebas, Kota Sabang. Penyeberangan dari Aceh ke Sabang,
cukup nyaman, dengan kapal cepat Express Bahari, terdapat juga ruang VIP yang
ber-AC. Namun karena harga open trip yang saya ikuti cukup murah, jadinya cukup
menikmati keindahan di bagian luar dak kapal saja, harga tiket hanya Rp 50.000,-/orang.
Perjalanan belum selesai, di Kota Sabang rombongan sudah ditunggu 2 kendaraan
untuk mengantar kami ke Hotel Iboih Inn ditemani hujan gerimis. Sekitar 1 jam
perjalanan tiba di Desa Iboih, Kecamatan Sukakarya dengan hujan yang makin
lebat. Sambil menunggu hujan sedikit mereda dan kapal untuk membawa ke Hotel Iboih Inn, perut lapar mampirlah kami sebentar ke salah satu warung untuk sekedar makan mie rebus, sekalian
untuk menghangatkan diri. Untuk ke Hotel Iboih Inn ada 2 cara yaitu dengan
menggunakan speed boat kecil (maksimal 15 orang penumpang) sekitar 5 menit atau
jalan kaki dengan jalur jalan setapak melewati beberapa penginapan dan rumah
penduduk sekitar 10 menit. Karena hujan lebat dan sudah sewa speed boat, alternatif inilah yang kami ambil menuju ke Hotel Iboih Inn. Besok, sudah menunggu jadwal
bersenang-senang, snorkeling, jalan-jalan ke Tugu Nol Kilometer, ke beberapa
pantai di Pulau Weh sampai wisata kuliner.
Hotel Iboih Inn
Terima kasih Tuhan, cuaca berbeda dengan kemarin, hari ini sangat cerah. Namun sayang masih belum bisa melihat matahari terbit dengan jelas,
masih tertutup awan. Tak apalah, ini sudah awal yang sangat baik untuk
menjelajahi keindahan Pulau Weh. Dari dermaga kecil di Hotel Iboih Inn,
sebenarnya sudah bisa dilihat Pulau Rubiah yang menjadi spot untuk snorkeling
hari ini. Menurut kabar, Pulau Rubiah, menjadi salah satu spot snorkeling
terbaik dengan terumbu karang dan beragam jenis ikan. Betul saja, baru sampai
di dermaga di Pulau Rubiah, jernihnya air laut sudah memperlihatkan ikan dan
terumbu karang. Padahal sehari sebelumnya turun hujan, dan biasanya kalau
hujan, air laut tidak terlalu jernih. Sekitar 2 jam sekaligus makan siang di
Pulau Rubiah, perjalanan kami lanjut ke Tugu Nol Kilometer.
Pulau Rubiah dilihat dari Iboih
Free Diving di Pulau Rubiah
Sekali lagi, saya tidak pernah membayangkan bisa
sampai ke Kota Sabang bahkan ke Tugu Nol Kilometer, titik paling ujung barat Indonesia. Tugu yang
diresmikan oleh Bapak BJ Habibie tahun 1997 ini, kini kondisinya memprihatinkan
karena tidak terawat. Genangan air hujan, ubin lantai yang terlepas, coretan di
dinding, atap rusak, dan sampah yang berserakan jadi pemandangan sekitar tugu
ini. Oleh-oleh dari Tugu Nol Kilometer adalah piagam dari pemerintah daerah
setempat, bahwa sudah pernah berkunjung ke Tugu Nol Kilometer dengan
mengeluarkan biaya Rp 25.000,- saja dan saya terdaftar menjadi pelancong yang
ke 77.308.
Tugu Nol Kilometer, Sabang
Sertifikat Kunjungan Tugu Nol Kilometer
Pemandangan di Utara Tugu Nol Kilometer
Pulau Sabang juga memiliki banyak pantai yang
indah. Diantaranya ada Pantai Gapang, Pantai Sumur Tiga, dan Pantai Anoi Itam.
Yang menarik adalah Pantai Sumur Tiga, karena di pantai ini terdapat tiga buah
sumur air tawar yang tidak pernah mengering dan berada di pinggir pantai. Sebelum
menuju ke Pantai Anoi Itam, mampir dulu ke Bunker Jepang dengan bukit hijau
yang menghadap ke laut yang sangat indah. Dari atas Bungker Jepang atau dari Pantai
Anoi Itam terlihat dari kejauhan keindahan Gunung Seulawah di daratan Sumatera. Tujuan terakhir mencoba kuliner Sate Gurita khas Kota Sabang. Cukup mudah untuk
menemukan kuliner ini, paling banyak di area pujasera Taman Kota Sabang. Dengan
bumbu kacang dan irisan cabe rawit, rasa sate gurita mirip seperti sate ayam,
namun lebih kenyal dan lembut. Makan malam Sate Gurita sambil ngobrol sama pemandu yang juga
orang asli Sabang, bilang bahwa penduduk Sabang jarang sekali melakukan tindakan kriminal.
Saat terjadi Gerakan Aceh Merdeka, hanya di Kota Sabang yang tidak terjadi
konflik apapun. Kota yang sangat tenang, nyaman dan penduduknya yang hidup
sangat santai. Layak kalau Sabang adalah singkatan dari SAntai BANGet.
Pantai Sumur Tiga
Gunung Seulawah Dilihat Dari Bunker Jepang
Setelah sarapan dan check out dari Hotel Iboih Inn,
perjalanan kembali ke Banda Aceh. Sebenarnya terlalu cepat untuk meninggalkan
kota yang sangat nyaman ini. Sebelum kembali ke kota asal, di Aceh kami
menyempatkan diri mengunjungi Masjid Baiturrahman dengan aristektur yang sangat indah, Museum
Tsunami dengan arsitektur yang sangat cerdas, perpaduan konsep dasar museum
modern, budaya Aceh dan seni serta ke Kapal PLTD Apung yang menjadi saksi mata
keganasan Tsunami di Aceh tahun 2004. Sebelum ke bandara, perjalanan ini
ditutup dengan makan siang super nikmat dengan menu Mie Aceh rasa Kepiting di
Mie Midi Jl. Tgk Chik Di Tiro Aceh.
Kapal PLTD Apung, Aceh
Museum Tsunami, Aceh
Jelas bahwa Kota Sabang mejadi salah satu tempat
dengan penduduknya yang sangat menikmati hidup dan layak untuk disebut sebagai
Kota yang SAntai BANGet.
Top Ten Rombongan Open Trip Pulau Weh
(Kanan-Kiri : Maulida, Derry, Luqriboo, Maul, Gw, Wilson, Velyz, Jody, Jo, & Sonny)
(Kanan-Kiri : Maulida, Derry, Luqriboo, Maul, Gw, Wilson, Velyz, Jody, Jo, & Sonny)
-panca suwandika-
Wah santai banget yah di Sabang. Ditunggu cerita trip slanjutnya
BalasHapusDitunggu juga undangan trip selanjutnya Velzy... ;)
BalasHapuswah ga ngajak ngajak nih
BalasHapusmasih bersih ya sepertinya daerahnya di ujung indonesi penasran pengen kesana
BalasHapusWih, jadi makin pengen jalan ke Sabang deh. Mulai nabung ah :D
BalasHapus