Kali pertama berada di Kota Bima suasana langsung terasa panas menyengat dan gerah. Bahkan sempat juga mendengar guyonan wisatawan dengan penduduk setempat yang menyebutkan Kota Bima memiliki “sembilan matahari”, karena terlalu panasnya. Namun perjalanan dari Bandara Sultan Muhammad Salahuddin menuju pusat Kota Bima cukup menarik perhatian. Bukit-bukit gersang dan Pantai Lawata yang indah dengan pemandangan Pulau Kambing sebagai gerbang ucapan selamat datang di kota yang juga dikenal dengan sebutan Mbojo.
Tak banyak hal menarik yang dapat dinikmati di Kota Bima. Deretan pertokoan yang menjadi pusat nadi perekonomian Kota Bima terlihat cukup ramai. Pusat Kota Bima terletak di sebuah tanah lapang serupa dengan alun-alun yang disebut dengan Serasuba. Nah, dari Serasuba inilah terlihat beberapa bangunan megah nan indah dengan bentuk khas segi delapan. Lalu munculah pertanyan bangunan apakah itu? Dengan perpaduan antara arsitektur Eropa dan arsitektur khas Bima serta bentuk yang sangat menarik.
Asal Mula Museum Asi Mbojo (Kompleks Istana Kesultanan Bima)
Dari Serasuba ke arah timur pandangan langsung tertuju pada satu bangunan yang langsung bisa ditebak berupa museum, karena tertulis pada papan nama Museum Asi Mbojo Daerah Kabupaten Bima. Museum Asi Mbojo, bangunan eksotis kuno bergaya arsitektur perpaduan asli Bima dan Eropa, tepatnya pengaruh Belanda, dahulunya merupakan kompleks Istana Kesultanan Bima. Bangunan permanen berlantai dua ini telah berusia lebih dari 80 tahun. Dibangun selama 3 tahun (1927-1929), bangunan yang dirancang oleh arsitek yang bernama Re Hatta ini terdapat dua pintu gerbang utama dan memiliki halaman yang cukup luas, sekitar lebih dari 500 meter persegi. Bentuk bangunan persegi panjang dengan luas lantai sekitar 600 meter pesegi dan langsung menghadap ke Serasuba. Di bagian kanan dari museum terdapat Masjid Sultan Muhammad Salahuddin Bima yang berumur lebih tua daripada museum yaitu 138 tahun (dibangun pada tahun 1872).
Konsepsi tata letak bangunan istana, masjid dan alun-alun Serasuba tidak jauh berbeda dengan konsep tata letak istana lainnya di Indonesia. Alun-alun yang bersebelahan dengan masjid dan di sisi lainnya menyatu dengan halaman Istana Asi Mbojo mencerminkan bahwa masing-masing unsur membentuk satu kesatuan yang utuh antara pemerintahan (istana), religi (masjid) dan masyarakat (alun-alun).
Gerbang dan Halaman Museum Asi Mbojo
Kompleks Museum Asi Mbojo terdiri dari beberapa bagian utama dengan pembagian ruang terbuka dan tertutup yang seimbang. Ada 2 unit bangunan utama dengan 2 pintu gerbang utama kompleks museum yang sangat megah diatas lahan terbuka yang masih asri hingga saat ini.
Dari Alun-alun Serasuba sudah terlihat pintu gerbang yang cukup besar untuk ukuran suatu pintu gerbang. Pintu gerbang tersebut merupakan Pintu gerbang barat disebut Lare-lare, dahulunya dipergunakan sebagai tempat masuknya sultan, pejabat kesultanan dan tamu kesultanan, berbentuk bangunan segi delapan dengan tiga tingkatan struktur. Konstruksi bangunan masih menggunakan kayu dan atap seng berwarna merah marun. Pada tingkat atas merupakan tempat penyimpanan Tambur Rasanae, sebuah lonceng yang dibunyikan sebegai petanda akan dilaksanakan upacara kebesaran serta dua buah lonceng lainnya untuk pemberitahuan tanda bahaya dan waktu dijaman kesultanan dahulu. Pintu gerbang utama kompleks museum terdapat disebelah barat dan timur bangunan. Sementara itu pintu gerbang timur yang disebut Lawa Kala (Lawa Se) dahulunya dipergunakan untuk para ulama karena berdekatan dengan masjid. Saat ini untuk pengunjung museum hanya masuk melalui pintu gerbang bagian barat.
Memasuki areal Kompleks Museum Asi Mbojo, sekumpulan rusa telah menyambut dihamparan halaman luas bagian depan dan samping bangunan utama museum. Terdapat pula beberapa peninggalan meriam peninggalan kolonial Belanda yang mengarah ke bagian utara dan alun-alun Serasuba diselingi pohon palem yang menambah kesan eksotis bangunan.
Bagunan Utama Museum Asi MbojoMuseum Asi Mbojo sebenarnya berbentuk persegi panjang dengan pintu masuk utama yang mengahadap ke barat. Bangunan terbagi menjadi 3 bagian dimana bagian utama (2 lantai) diapit oleh 2 bagian lainnya sebagai pintu masuk samping yang masing-masing menghadap ke utara dan selatan.
Pada bagian depan Museum Asi Mbojo terdapat teras bergaya Eropa sebagai pintu masuk utama bangunan berukuran sekitar 30 meter persegi dan tinggi 90 cm dari permukaan halaman. Seluruh bagian teras menggunakan konstruksi beton dengan ornamen jendela kaca dibagian atas pilar. Sebenarnya teras utama bangunan ini adalah 2 lantai dimana pada bagian atas berfungsi sebagai balkon dan dari balkon ini dapat melihat dengan jelas alun-alun Serasuba. Terdapat pula railing klasik dengan bercelah dibagian kanan dan kiri teras serta pada bagian balkon. Railing pada bagian teras berbeda dengan yang terdapat di selasar samping bagunan dimana pada bagian tersebut menggunakan motif batu kali yang masif.
Pada bagunan utama pada lantai dasar menggunakan konstruksi bangunan beton dengan bata merah dilapisi cat berwarna coklat muda. Sementara itu untuk lantai atas menggunakan bahan kayu mulai dari bagian dinding, lantai hingga langit-langit ruangan dan dihiasi dengan jendela kaca khas Eropa. Seluruh atap bangunan menggunakan bahan sirap dan material ini sudah digunakan sejak awal bangunan ini berdiri. Selain itu yang lebih menarik adalah terdapat sopi-sopi kayu berwarna hijau dan bertingkat untuk sirkulasi angin dan penanda kayu yang disilangkan pada tiap ujung atap sebagai simbol keagungan bangunan kesultanan.
Interior Museum Asi Mbojo
Ternyata bagian interior dari bangunan Museum Asi Mbojo masih terawatt sangat baik. Disetiap sudut ruangan masih terpajang barang-barang milik Kesultanan Bima mulia dari ranjang tidur, kain, lemari, foto para sultan dan lainnya. Perpaduan warna coklat, coklat muda, putih, hijau hingga merah memberikan kesan hangat disetiap ruangan.
Ternyata bagian interior dari bangunan Museum Asi Mbojo masih terawatt sangat baik. Disetiap sudut ruangan masih terpajang barang-barang milik Kesultanan Bima mulia dari ranjang tidur, kain, lemari, foto para sultan dan lainnya. Perpaduan warna coklat, coklat muda, putih, hijau hingga merah memberikan kesan hangat disetiap ruangan.
Beberapa ruangan telah mengalami perubahan akibat dari pengaruh Kolonial. Seperti adanya washtafel, meja rias hingga ranjang dan lampu-lampu kamar. Sekat atau dinding pemisah antar ruangan terbuat dari lapisan papan kayu yang terbagi dalam bidang rata-rata berukuran 2 meter persegi. Banyaknya bukaan berupa jendela dan ventilasi menjadikan ruangan tidak terasa panas karena sirkulasi udara yang baik.
Bagunan Istana Asi Bou
Pada saat pembangunan kompleks istana ini dilakukan, Sultan dan anggota keluarganya berdiam di Istana Baru atau yang disebut Asi Bou. Istana yang hingga saat ini masih berdiri, berada persis di timur bangunan Asi Mbojo dan tidak banyak orang yang mengetahuinya karena terkesan tertutup dan lebih kecil daripada Asi Mbojo. Seluruh konstruksi bangunan menggunakan kayu dan bergaya rumah panggung khas Bima.
Ornamen khas BimaPada saat pembangunan kompleks istana ini dilakukan, Sultan dan anggota keluarganya berdiam di Istana Baru atau yang disebut Asi Bou. Istana yang hingga saat ini masih berdiri, berada persis di timur bangunan Asi Mbojo dan tidak banyak orang yang mengetahuinya karena terkesan tertutup dan lebih kecil daripada Asi Mbojo. Seluruh konstruksi bangunan menggunakan kayu dan bergaya rumah panggung khas Bima.
Terlihat dari bentuk yang diambil lebih banyak ke bentuk tumbuhan seperti daun dan bunga. Warna hijau dan merah marun mendominasi warna ornamen yanga digunakan. Terlihat dari beberapa sudut bangunan yang memperlihatkan sisi keindahan dari bangunan monumental di Kota Bima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar